Para jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Namun itu semua tidak membuat Nabi dan para sahabatnya berkeinginan untuk membalas dendam.
Pada saat tragedi Fathu Mekkah Nabi malah menegaskan bahwa kaum Quraisy merdeka dan terbebas dari berbagai sanksi.
Para sahabat pun ketika mendengar pernyataan Nabi juga tidak ada yang membantahnya.
Mereka langsung mematuhi Nabi, meskipun tidak sedikit dari mereka yang pastinya mempunyai rasa marah atas kelakuan kaum Quraisy.
Padahal seandainya Nabi dan para sahabatnya mau memberikan hukuman tentu tidak akan ada pihak yang berani memprotes, atau setidaknya Nabi dapat menjadikan mereka sebagai budak sebab momen itu kekuasaan sepenuhnya berada di tangan umat Islam.
Namun Nabi hendak mengajarkan kepada umatnya bahwa masing-masing manusia memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari hukuman.
Baca Juga: Doa Anak untuk Orangtua yang Sedang Menjalankan Ibadah Haji
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Selain tragedi bersejarah tersebut, pada kesempatan lain masih banyak sabda dan sikap Rasulullah yang menunjukkan keberpihakan beliau untuk menjadi manusia merdeka.
Seperti sistem perbudakan pada saat itu, Rasul malah mendorong umatnya untuk melepaskan status budak yang melekat pada diri seseorang.
Dorongan ini dapat terlihat pada ajaran-ajarannya seperti janji pahala bagi yang memerdekakan budak, memerdekakan budak sebagai denda kafarat bagi pelanggar aturan tertentu, mempermudah merdeka bagi budak mukatab (menyicil kemerdekaan), bahkan dalam riwayat Muslim disebutkan:
مَنْ لَطَمَ مَمْلُوكَهُ أَوْ ضَرَبَهُ فَكَفَّارَتُهُ أَنْ يُعْتِقَهُ
Artinya, “Siapa saja yang menampar budaknya atau memukulnya maka kaffaratnya berupa memerdekakannya.” (HR. Muslim)
Sabda Nabi ini hendak menegaskan bahwa budak tetaplah manusia sehingga tidak boleh diperlakukan semena-mena, apalagi menyiksanya.